Medan, Formapel
Kasus perkawinan di bawah umur AA (6) dengan MIB (60) yang terjadi di Medan Utara, Jalan Mangaan I Kelurahan Mabar Kecamatan Medan Deli luput dari perhatian Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (BPP-KB) Medan. Padahal kasus tersebut terjadi sudah dalam hitungan minggu.
Sampai sejauh ini kami belum mendapat laporan mengenai kasus itu, ungkap Kepala BPP-KB Medan Drs Darusalam Pohan dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan anggota komisi B DPRD Medan, di gedung dewan, Jumat (26/3).
Pernyataan Kaban PP-KB tersebut spontan membuat berang salah seorang anggota komisi B Khairuddin Salim, yang menilai BPP-KB tidak tanggap dengan persoalan masyarakat. Padahal menurutnya kasus tersebut sudah berlangsung sejak tiga minggu lalu.
Bahkan jika BPP-KB sifatnya hanya menunggu laporan saja, Khairuddin menyarankan agar lembaga tersebut lebih baik tidak ada. Sebab menurutnya keberadaan lembaga ini hanya membuang-buang anggaran yang dialokasikan dari APBD sebesar Rp15,9 Miliyar.
Kita perlu action bukan hanya menunggu laporan. Dan aneh jika sampai hari ini pihak BPP-KB tidak mendengar kasus itu, lontar Khairuddin.
Karenanya, kata Khairuddin, legislator minta agar kasus tersebut diambil alih BPP-KB yang merupakan lembaga resmi. Kemudian, sebutnya, BPP-KB diharapkan bisa menggiring kasus tersebut ke pihak kepolisian.
Jika dilihat dari kasus ini, kiprah BPP-KP kalah dengan komisi perlindungan anak. Padahal di lingkungan BPP-KB banyak bidang-bidang yang bisa diberdayakan, tandas Khairuddin.
Hal senada ditegaskan Ketua Komisi B DPRD Medan Irwanto Tampubolon, dimana pihaknya akan merekomendasikan agar BPP-KB menelusuri kasus tersebut turun langsung ke lokasi. Dikatakannya, penelusuran BPP-KB ke lokasi yang dijadwalkan hari ini, Sabtu (27/3), nantinya juga akan didampingi anggota komisi B DPRD Medan.
Kita akan rekomendasikan BPP-KB untuk meninjaunya kesana. Mungkin nanti anggota komisi B ada yang ikut mendampingi, urainya.
Sementara, Darusalam usai rapat dengar pendapat dengan komisi B, kepada wartawan mengatakan, mengenai perlindungan anak akan tetap menjadi konsekwensi bagi BPP-KB. Menurutnya, besok (hari ini, 27 Maret) pihaknya akan turun ke lapangan, mensinkronisasikan permasalahan tersebut.
Mau tidak mau harus diselesaikan, ujar Darusalam singkat tanpa merinci penyelesaiannya seperti apa.
Dalam kesempatan itu, Darusalam juga menyebutkan, pihaknya, BPP-KB tetap komitmen untuk melindungi anak tersebut yang terpaksa mengikuti kehendak orang tuanya. Sebab, sambungnya, ada aturan bahwa anak tersebut memang harus dilindungi, selain tetap dilakukan pembinaan terhadap dirinya.
Terkait perkawinan di bawah umur tersebut, versi Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Sumut, kasusnya masuk dalam kategori kasus kekerasan dan pencabulan. Dimana kasus kekerasan yang timbul dilihat dari unsur kawin paksa oleh orang tua kepada si anak AA (6). Sedangkan munculnya kasus pencabulan yang dikenakan pada MIB (60), karena adanya unsur perkawinan paksa terhadap anak di bawah umur. (bbg)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar