Pemerintah memastikan kendaraan bermotor roda dua atau sepeda motor akan mendapat premium bersubsidi. Menteri ESDM Darwin Saleh dalam pesan singkatnya di Jakarta, Kamis (27/5) mengatakan, pembatasan pemakaian bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi akan mempertimbangkan kemampuan masyarakat."Pada prinsipnya kendaraan umum dan golongan masyarakat tidak mampu tetap mendapatkan subsidi, termasuk sepeda motor," katanya.Sebelumnya, dalam pembahasan pembatasan pemakaian BBM subsidi muncul sejumlah opsi, termasuk membatasi premium bersubsidi untuk sepeda motor. Menurut dia, pemerintah akan lebih memfokuskan pengetatan distribusi BBM transportasi bersubsidi pada masyarakat golongan mampu, seperti pemilik kendaraan mewah.
"Sedang konsumen BBM dari kalangan kendaraan roda dua, tidak perlu khawatir, karena kebijakan ini tidak ditujukan kepada mereka," ujarnya. Darwin juga mengatakan, pemerintah terus mengkaji skema penerapan subsidi BBM agar semakin tepat sasaran. "Sektor transportasi adalah penerima subsidi BBM terbesar yakni sekitar 90 persen," katanya.
Sebelumnya, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) meminta pembatasan pemakaian BBM bersubsidi mempertimbangkan kemampuan masyarakat. Ketua Komisi VII DPR Teuku Rifky Harsya mengatakan, pemerintah memang harus melakukan pembatasan pemakaian BBM bersubsidi, namun mesti melalui pengkajian secara mendalam.
"Opsi-opsi mana yang akan diambil hendaknya memperhatikan kemampuan masyarakat," katanya. Menurut dia, pemerintah harus membahas opsi-opsi pembatasan pemakaian BBM bersubsidi tersebut terlebih dahulu dengan Komisi VII DPR, sebelum menerapkannya. Pemerintah kini sedang mengkaji sejumlah opsi pembatasan pemakaian BBM bersubsidi pada 2010.
Sejumlah opsi pembatasan pemakaian BBM bersubsidi antara lain melarang kendaraan roda empat atau lebih dengan tahun produksi 2005 ke atas memakai BBM bersubsidi, melarang kendaraan produksi 2007 ke atas, melarang semua kendaraan sedan, atau hanya kendaraan berpelat kuning saja yang diperbolehkan membeli BBM bersubsidi.
Opsi lainnya adalah PT Pertamina (Persero) mengurangi dispenser BBM bersubsidi dan menambah dispenser nonsubsidi di SPBU, pembuatan bahan bakar dengan angka oktan antara 88 sampai 92, pemanfaatan stiker yang harus dibeli di kepolisian setempat dengan masa berlaku bulanan, dan tidak memberikan garansi kendaraan apabila membeli BBM bersubsidi. Pemerintah menargetkan pengkajian pembatasan pemakaian BBM bersubsidi selesai Juni 2010 untuk selanjutnya diuji coba di Pulau Jawa pada Agustus 2010.
Program pembatasan pemakaian BBM bersubsidi tahun 2010 ditargetkan mencakup sebanyak empat juta kiloliter. Pada APBN Perubahan 2010, kuota BBM bersubsidi ditetapkan sebanyak 36,5 juta kiloliter. Sementara berdasarkan estimasi BPH Migas, konsumsi BBM bersubsidi pada 2010 akan membengkak mencapai 40,1-40,5 juta kiloliter. Karenanya, pembatasan pembelian BBM bersubsidi tahun ini ditargetkan mencapai empat juta kiloliter.
Subsidi BBM dan Listrik Cepat Dicabut Sementara itu, pakar Perminyakan ITB Rudi Rubiandini RS mengatakan, seharusnya pemerintah secepatnya mencabut subsidi bahan bakar minyak (BBM) dan energi listrik, karena yang menikmati subsidi selama ini hanya orang kaya.
"Warga miskin tidak menikmati subsidi kedua barang tersebut, sehingga sudah selayaknya pemerintah mencabut subsidi dan uangnya bisa langsung diberikan kepada rakyat miskin," katanya menjawab pertanyaan wartawan pada kegiatan pelatihan media massa "Peningkatan Kapasitas Jurnalis Jawa Barat dalam Meliput Isu Industri Minyak dan Gas" di Bandung, Kamis (27/5).
Dikatakan dia, seharusnya subsidi BBM sudah dicabut sejak 15 tahun yang lalu, karena pada era pemerintahan Soeharto dana pemerintah nonbudjeter cukup banyak, selain harga minyak juga masih rendah. "Subsidi itu sudah harus dicabut sejak zaman Soeharto, karena saat itu pemerintah banyak duit. Kalau sekarang kondisi pemerintah tidak memiliki uang cadangan dan rakyat juga terpuruk," katanya. Namun demikian, kata dia, mau tidak mau subsidi memang harus secepatnya dicabut dan uangnya langsung diberikan kepada rakyat miskin. Ini penting dari pada terlambat dan hanya mensubsidi orang kaya.
"Kita sebenarnya banyak kepura-puraan. Kalau memang tidak ada dana, kenapa pemerintah masih melakukan subsidi listrik dan BBM," ujar Dewan Pakar Ikatan Ahli Perminyakan Indonesia itu. Kegiatan pelatihan media massa yang diprakarsai Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (PHE ONWJ) dan Kopersi Jurnalis Independen (KOJI) itu, berlangsung hingga Sabtu (29/5) dan diikuti 27 media di Jawa Barat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar