Minggu, 16 Mei 2010

Gadis 12 Tahun Korban Pernikahan Dini Diteror Warga Jalan Bahagia I Kelurahan Mabar

MEDAN – AA, bocah 12 tahun yang dipaksa menikah dengan M Indra Bairi alias Haji Bai, kakek berusia 60 tahun, mengalami tekanan mental luar biasa pascapenanganan kasusnya di kepolisian.

Bocah korban pernikahan dini inipun mulai mendapat teror dari sejumlah oknum yang mengatasnamakan dari korps kepolisian. Mengingat kondisi traumatis warga Jalan Bahagia I,Kelurahan Mabar, Kecamatan Medan Deli itu,Komisi Perindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Sumut membentuk tim advokasi terdiri dari utusan Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA), Pusaka Indonesia dan kalangan profesional.

Kemarin, tim melakukan kajian dengan melibatkan sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) pemerhati anak. Ketua KPAID Sumut Zahrin Piliang menjelaskan, situasi pelik yang dihadapi AA lantaran dia masih harus menjalani masa sekolah di saat trauma membebani. “Kami meminta masyarakat agar jangan memberi tekanan lagi terhadap korban,” ujar Zahrin.

Zahrin menginformasikan, kondisi AA diperparah dengan kedatangan seseorang bermarga Rambe yang mengaku petugas Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Poldasu). Oknum tersebut datang tanpa surat tugas dan langsung memintai keterangan dari AA. Beberapa hari terakhir, AA juga menerima teror dari beberapa oknum. Terkait tujuan pembentukan tim antara lain agar kasus AA tidak menguap begitu saja.

“Kami masih melakukan diskusi untuk kasus ini. Di sini kami melihat adanya kekerasan karena sudah terjadi buka pakaian,” ujar Maria Rosalina, Bendahara DPC KAI (Kongres Advokasi Indonesia). Secara tidak langsung, lanjutnya, orang tua si korban sudah melakukan trafficking terhadap anaknya sendiri.

“Karena ada pernikahan, ada uang,dan ada jeratan utang,”timpal Azmiati Zuliah dari PKPA yang juga berada di KPAID. Emi –sapaan akrab Azmiati Zuliah— juga mengurai banyak hal yang perlu diperhatikan dari pernikahan AA. Antara lain, korban belum dewasa sehingga bisa mengakibatkan mental psikologinya terganggu. Belum lagi kondisi kesehatan reproduksinya bila ia sampai hamil.

Dalam hal ini, Haji Bai –yang tercatat sebagai warga Jalam KL Yos Sudarso, Pulo Brayan, Kecamatan Medan Barat— bisa dikenai sanksi sesuai Undang-Undang (UU) No 23/ 2002 tentang Perlindungan Anak, khususnya Pasal 82 soal pencabulan. Emi juga mengatakan kasus ini berkenaan dengan UU No 21/2007 tentang Trafficking.

Di lain pihak,Kepolisian Kota Besar (Poltabes) Medan rencananya memeriksa ulang saksi-saksi terkait kasus AA.“Kami rencananya melakukan pemeriksaan ulang kepada sejumlah saksi itu untuk di-BAP,”tutur Kepala Satuan Reserse Kriminal (Kasat Reskrim) Poltabes Medan Kompol Zukiman Situmorang. Terkait waktu pemeriksaan ulang para saksi itu, Zukiman mengaku belum bisa memastikan. “Dalam waktu dekat,” jawabnya singkat.

Sebelumnya, Poltabes Medan telah memeriksa tujuh saksi terkait hal tersebut, dua di antaranya yakni ayah AA,Wagimin dan Haji Bai. Wagimin (48) sendiri kemarin membantah keras telah menikahkan paksa putri kandungnya. Pengusaha grup kesenian organ tunggal (keyboard) ini mengatakan yang terjadi hanyalah perjodohan.

“Saya tidak pernah menikahkan anak di bawah umur, yang ada hanyalah sebuah perjodohan pada Oktober 2009 lalu,” ujarnya saat dihubungi harian Seputar Indonesia kemarin sore. Dia juga membantah pernah menikahkan anak keduanya Ramayani dengan kakek berusia 55 tahun. Perjodohan itu, kata Wagimin, merupakan keputusan bersama istrinya Ruspatma (45). Bahkan, kilahnya, sang istrilah yang mengatakan kepadanya bahwa Haji Bay menyukai AA.

“Saya bilang tidak karena AA masih kecil. Dan, kata istri saya bukan langsung menikah, tapi hanya perjodohan. Sedangkan menikahnya saat usia sudah 19 tahun,” ungkapnya. Pada Oktober 2009 lalu di kediaman Haji Bay, kata Wagimin, bukanlah sebuah pernikahan yang terjadi meski beberapa orang berkumpul.“Tidak ada siapa- siapa, saya, mertua saya, dan Haji Bay. Sedangkan Sutrisno yang dibilang tuan kadi sebenarnya bukan, dia hanya adik angkat saya yang kebetulan saya ajak ikut melihat perjodohan itu,” terangnya.

Mengenai adanya pencabulan atau hubungan suami-istri antara AA dan Haji Bay yang dilihat istrinya di lantai III Oktober lalu, Wagimin mengaku sama sekali tidak tahu. “Kalau soal itu saya memang enggak lihat, karena saya sedang mengantarkan adik angkat saya dan mertua saya,” jawabnya. Begitu pula soal tuduhan penyiksaan fisik. “Kalau anak saya nakal apa nggak berhak saya memukul.Itu anak saya, biar jadi orang dia,” timpalnya.

Wagimin menandaskan, kejadian yang kini ter-blow up ke masyarakat lebih dikarenakan dua anak kandungnya yang dendam terhadapnya. Mereka adalah putri sulungnya Rismawaty dan anak ketiganya Liliana.

“Saya punya utang sama Liliana Rp12 juta, dan sudah lama tidak saya bayar. Saya memang belum sanggup bayar. Jadi dia dendam dan terus terang saya sangat sakit hati sama anak-anak saya. Saya pun pernah dipukuli anak-anak saya,” katanya pula.

Wagimin mengaku telah bermohon agar kasus tersebut jangan di-blow up.Tapi, anak-anaknya malah melaporkannya ke polisi. “Keduanya bukan anak saya lagi karena sudah membuat malu.

Dan,saya akan melaporkan Rismawaty karena pencemaran nama baik saya.Saya siap ditahan jika memang ada bukti pernikahan dan surat yang jelas,” tukasnya. Suara Wagimin sedikit ketus, begitu ditanya soal pernikahan kedua yang tanpa izin istrinya. “Menikah itu pribadi, dan saya enggak mau ditanya soal itu,” tukasnya dengan nada tinggi.
(Koran SI/Koran SI/fit)
http://news.okezone.com/read/2010/03/26/340/316334/gadis-12-tahun-korban-pernikahan-dini-diteror

Tidak ada komentar:

Posting Komentar